KONSEP PENEGEMBANGAN NILAI AGAMA DAN MORAL ANAK USIA DINI
A.
Perkembangan
Moral dan Nilai Agama Anak Usia Dini
Seiring dengan perkembangan sosial,
anak-anak usia prasekolah juga mengalami perkembangan moral. Adapun yang
dimaksud dengan perkembangan moral adalah perkembangan yang berkaitan dengan
aturan dan konvensi mengenai apa yang seharusnya dilakukan oleh manusia dalam
interaksinya dengan orang lain. Anak-anak ketika dilahirkan tidak memiliki
moral (imoral). Tetapi dalam dirinya terdapat potensi moral yang siap
berinteraksi dengan orang lain (dengan orang tua, saudara dan teman sebaya),
anak belajar memahami tentang perilaku mana yang baik, yang buruk, yang boleh
dikerjakan dan tingkah laku mana yang buruk, yang tidak boleh dikerjakan.
Selain kecerdasan yang ada, kecerdasan
yang mendasari seluruh kecerdasan yaitu cerdas spiritual. Karena anak yang
shaleh (cerdas spiritual), maka dia pasti cerdas. Sementara anak yang cerdas
belum tentu shaleh. Dalam hal keshalehan ini yang perlu dilakukan orang tua
adalah bagaimana agar anak memiliki akhlakul karimah (akhlak mulia),
dapat dipercaya, memegang teguh prinsip kebenaran dan cerdas.
Keyakinan akan adanya sang pencipta
atau Tuhan sebagai causa prima sangat membantunya dalam membentuk
pribadi yang baik.
Agama sebagian besar tidak berarti bagi
anak-anak meskipun mereka menunjukkan minat dalam ibadah agama, tetapi karena
banyaknya masalah yang kepada anak-anak dijelaskan dalam rangka agama seperti
kelahiran, kematian dan lain-lain, maka keingintahuan mereka tentang
masalah-masalah agama menjadi besar sehingga mereka mengajukan banyak
pertanyaan. Anak-anak menerima jawaban terhadap pertanyaan mereka tanpa
ragu-ragu, sebagaimana sering dilakukan oleh anak yang lebih besar dan dewasa.
Keyakinan pada sang pencipta adalah hal
penting yang harus diberikan kepada anak. Hal penting yang perlu dipertanyakan
sebagai orang tua adalah; mampukah orang tua melahirkan generasi baru,
anak-anak kita, yang kreatif, cerdas dan mengakselerasikan intelegensinya;
memiliki intregitas spiritual dan moral sekaligus.
B.
Konsep-konsep
Pengembangan Moral dan Nilai Agama Anak Usia Dini
Semua manusia dilahirkan dalam keadaan
lemah, baik fisik maupun psikis. Walaupun dalam keadaan yang demikian,
ia telah memiliki kemampuan bawaan yang bersifat ”laten”. Potensi bawaan ini
yang memerlukan pengembangan dan pemeliharaan yang mantap, lebih-lebih pada
usia dini.
Sesuai dengan prinsip pertumbuhannya,
seorang anak menjadi dewasa memerlukan bimbingan sesuai dengan prinsip yang
dimilikinya, yaitu:
1.
Prinsip Biologi
Secara fisik
anak yang baru dilahirkan dalam keadaan lemah. Dalam segala gerak dan tindak
tanduknya, ia selalu memerlukan bantuan dari orang-orang dewasa sekelilingnya.
Dengan kata lain, ia belum dapat berdiri sendiri karena manusia bukanlah
makhluk instinktif. Keadaan tubuhnya belum tumbuh secara sempurna untuk
difungsikan secara maksimal.
2.
Prinsip tanpa
daya
Sejalan dengan
belum sempurnanya pertumbuhan fisik dan psikisnya, maka anak yang baru
dilahirkan hingga menginjak usia dewasa selalu mengharapkan bantuan dari orang
tuanya. Ia sama sakali tidak berdaya untuk mengurus diriya sendiri.
3.
Prinsip Eksplorasi
Kemantapan dan
kesempurnaan perkembangan potensi manusia yang dibawanya sejak lahir, baik
jasmani maupun rohani memerlukan pertimbangan melalui pemeliharaan dan latihan.
Jasmaninya baru akan berfungsi secara sempurna jika dipelihara dan dilatih.
Akal dan fungsi mental lainnya pun baru akan menjadi baik dan berfungsi jika
kematangan dan pemeliharaan serta bimbingan dapat diarahkan kepada
pengeksplorasian perkembangannya.
Ada beberapa teori timbulnya jiwa
keagamaan anak, yaitu:
Ø Rasa Ketergantungan
(sense of depende)
Manusia dilahirkan ke dunia ini
memiliki empat kebutuhan, yakni keinginan untuk perlindungan (security),
keinginan akan pengalaman baru (new experimence), keinginan untuk
mendapatkan tanggapan (response) dan keinginan untuk dikenal (recognition).
Berdasarkan kenyataan dan kerjasama dari keempat keinginan itu, maka bayi sejak
dilahirkan hidup dalam ketergantungan. Melalui pengalaman-pengalaman yang
diterimanya dari lingkungan itu kemudian terbentuklah rasa keagamaan pada diri
anak.
Ø Instink
keagamaan
Bayi yang dilahirkan sudah memiliki
beberapa instink, diantaranya instink keagamaan. Belum terlihatnya tindak
keagamaan pada diri anak karena beberapa fungsi kejiwaan yang menopang
kematangan berfungsinya instink itu belum sempurna. Dengan demikian pendidikan
agama perlu diperkenalkan kepada anak jauh sebelum usia 7 tahun. Artinya, jauh
sebelum usia tersebut, nilai-nilai keagamaan perlu ditanamkan kepada anak sejak
usia dini. Nilai keagamaan itu sendiri bisa berarti perbuatan yang berhubungan
antara manusia dengan Tuhan atau hubungan antar-sesama manusia.
Memahami konsep keagamaan pada
anak-anak berarti memahami sifat agama pada anak-anak. Maka bentuk dan sifat
agama pada diri anak dapat dibagi atas:
1.
Unreflective (tidak mendalam)
Mereka mempunyai anggapan atau menerima terhadap ajaran
agama dengan tanpa kritik. Kebenaran yang mereka terima tidak begitu mendalam
sehingga cukup sekedarnya saja dan mereka sudah merasa puas dengan keterangan
yang kadang-kadang kurang masuk akal.
2.
Egosentris
Anak memiliki kesadaran akan diri sendiri sejak tahun
pertama usia perkembangannya dan akan berkembang sejalan dengan pertambahan
pengalamannya. Semakin bertumbuh semakin meningkat pula egoisnya.
3.
Anthromorphis
Konsep ketuhanan pada diri anak menggambarkan aspek-aspek
kemanusiaan. Melalui konsep yang terbentuk dalam pikiran, mereka menganggap
bahwa perikeadaan Tuhan itu sama dengan manusia. Pekerjaan Tuhan mencari dan
menghukum orang yang berbuat jahat di saat orang itu berada dalam tempat yang
gelap. Anak menganggap bahwa Tuhan dapat melihat segala perbuatannya langsung
ke rumah-rumah mereka sebagaimana layaknya orang mengintai. Pada anak usia 6
tahun, pandangan anak tentang Tuhan adalah sebagai berikut: Tuhan mempunyai
wajah seperti manusia, telinganya lebar dan besar, Tuhan tidak makan tetapi
hanya minum embun. Konsep ketuhanan yang demikian mereka bentuk sendiri
berdasarkan fantasi masing-masing.
4.
Verbalis dan Ritualis
Kehidupan agama pada anak sebagian besar
tumbuh mula-mula secara verbal (ucapan). Mereka menghafal secara verbal
kalimat-kalimat keagamaan dan selain itu pula dari Amalia yang mereka
laksanakan berdasarkan pengalaman menurut tuntunan yang diajarkan kepada
mereka. Perkembangan agama pada anak Sangay besar pengaruhnya terhadap
kehidupan agama anak itu di usia dewasanya. Banyak orang dewasa yang taat
karena pengaruh ajaran dan praktek keagamaan yang dilaksanakan pada masa
kayak-kanak mereka. Latihan-latihan bersifat verbalis dan upacara keagamaan
yang bersifat rutinitas (praktek) merupakan hal yang berarti dan merupakan
salah satu ciri dari tingkat perkembangan agama pada anak-anak.
5.
Imitatif
Tindak keagamaan yang dilakukan oleh anak-anak pada
dasarnya diperoleh dari meniru. Berdoa dan shalat, misalnya, mereka laksanakan
karena hasil melihat realitas di lingkungan, baik berupa pembiasaan ataupun
pengajaran yang intensif. Dalam segala hal anak merupakan modal yang positif
dalam pendidikan keagamaan pada anak.
6.
Rasa heran
Rasa heran dan kagum merupakan tanda dan sifat keagamaan
yang terakhir ada pada anak. Rasa kagum yang ada pada anak sangat berbeda
dengan rasa kagum pada orang dewasa. Rasa kagum pada anak-anak ini belum
bersifat kritis dan kreatif, sehingga mereka hanya kagum terhadap keindahan
lahiriah saja. Hal ini merupakan langkah pertama dari pernyataan kebutuhan anak
akan dorongan untuk mengenal suatu pengalaman yang baru (new experince). Rasa
kagum mereka dapat disalurkan melalui cerita-cerita yang menimbulkan rasa
takjub pada anak-anak. Dengan demikian kompetensi dan hasil belajar yang perlu
dicapai pada aspek pengembangan moral dan nilai-nilai agama adalah kemampuan
melakukan ibadah, menganal dan percaya akan ciptaan Tuhan dan mencintai sesama
manusia.
]
Tidak ada komentar:
Posting Komentar