Rabu, 09 Desember 2015

Metode Pembinaan Rasa Beragama.


Metode Pembinaan Rasa Beragama.

Menurut Ahmad Tafsir mengutif pendapat al-Nahlawi, metode untuk menanamkan rasa iman ialah sebagai berikut :
1.      Metode hiwar (percakapan) Qurani dan Nabawi
Hiwar (dialog) ialah percakapan silih berganti antara dua pihak atau lebih mengenai suatu topik dan dengan sengaja diarahkan kepada satu tujuan yang dikehendaki (dalam hal ini oleh guru). Dalam percakapan ini bahan pembicaraan tidak dibatasi, dapat digunakan berbagai sains, filsafat, seni, wahyu dan lain-lain. Hiwar mempunyai dampak yang dalam bagi pembicara dan juga bagi pendengar pembicaraan itu. Itu disebabkan oleh beberapa hal sebagai berikut :
a.       Dialog itu berlangsung secara dinamis karena kedua belah pihak terlibat langsung dalam pembicaraan, tidak membosankan.
b.      Pendengar tertarik untuk mengikuti terus pembicaraan itu karena ia ingin tahu kesimpulannya. Ini biasanya diikuti dengan penuh perhatian, tampaknya tidak bosan dan penuh semangat.
c.       Metode ini dapat membangkitkan perasaan dan menimbulkan kesan dalam jiwa, yang membantu mengarahkan seseorang menemukan sendiri kesimpulannya.
d.      Bila hiwar dilakukan dengan baik, memenuhi aklak tuntunan Islam, maka cara berdialog, sikap orang yang terlibat, itu akan mempengaruhi peserta sehingga meninggalkan pengaruh berupa pendidikan akhlak, sikap dalam berbicara, menghargai pendapat orang lain.
Menurut Ahmad Tafsir mengutip pendapat al-Nahlawi, dalam al-Qur’an dan sunah Nabi SAW, terdapat berbagai jenis hiwar, seperti :
a.       Hiwar khitabi atau ta’abbudi
Hiwar khitabi atau ta’abbudi merupakan dialog yang diambil dari dialog antara Tuhan dan hamba-Nya. Tuhan memanggil hamba-Nya dengan mengatakan, “Wahai, orang-orang yang beriman,”dan hamba-Nya menjawab dalam kalbunya dengan mengatakan, “Kusambut panggilan Engkau, ya Rabbi”. Dialog antara Tuhan dan hamba-Nya ini menjadi petunjuk bahwa pengajaran seperti itu dapat digunakan, denga kata lain, metode dialog merupakan metode pengajaran yang pernah digunakan Tuhan dalam mengajari agamanya.
Melalui hiwar khitabi atau ta’abbudi, Al-Qur’an menanamkan hal-hal penting sebagai berikut :
1.      Agar tanggap terhadap persoalan yang diajukan Al-Qur’an, merenungkannya, menghadirkan  jawaban sekurang-kurangnya di dalam kalbu.
2.      Menghayati makna kandungan al-Qur’an.
3.      Mengarahkan tingkah laku agar sesuai dengan petunjuk Al-Qur’an.
4.      Menanamkan rasa bangga karena dipanggil oleh Tuhan, “Hai, orang-orang yang beriman …”
Dalam hiwar khitabi ini dialog dimulai dari satu pihak, yaitu si pembicara, sedangkan pihak kedua yang menyambutnya memperhatikan dengan emosinya, lalu terundang untuk menyambutnya dengan pikiran dan perasannya.
b.      Hiwar washfi
Hiwar washfi ialah dialog antara Tuhan dengan malaikat atau dengan makhluk ghaib lainnya. Dalam surata Al-Shaffat ayat 20-23 ada dialog antara Tuhan dengan penghuni neraka:
Dan mereka berkata, “Aduhai, celaka kita. “Inilah hari pembalasan, inilah hari yang kalian dustakan. Kami perintahkan kepada malaikat, “Kumpulkan mereka itu beserta teman-teman mereka…. dan tunjukanlah kepada mereka jalan ke neraka.” Di sini Allah berdialog dengan malaikat. Topik pembicaraannya tentang tentang orang-orang zalim. Dalam surat Al-Shaffat ayat 27-28: Sebagian mereka saling menghadap dan saling berbantahan. Pengikut-pengikut mereka berkata kepada pemimpin mereka, “Sesungguhnya kalian yang datang kepada kami dari kanan.
Menurut Al-Nahlawi, hiwar washfi menyajikan kepada kita gambaran yang hidup tentang kondisi psikis ahli neraka dan ahli surga. Dengan imajinasi dan deskripsi yang rinci, hiwar washfi memperlancar berlangsungnya pendidikan perasaan ketuhanan. Gambaran tentang penyesalan ahli neraka itu seolah-olah dirasakan oelh pembaca atau pendengar dialog itu; pendengar itu seolah terlibat dalam dialog itu, lantas ada pemikahan. Kemudian ada pertanyaan, “Di pihak mana aku?” Hiwar washfi seolah-olah juga mengingatkan pendengar dialog itu, “Jangan kalian terjerumus seperti mereka itu. “Dialog juga terjadi antara surga, seperti dialog yang terdapat dalam surat Al-Shaffat ayat 50-57
c.       Hiwar qishashi (percakapan tentang sesuatu melalui kisah)
Hiwar ini  mempunyai pengaruh kejiwaan pada pendengarannya. Hal ini disebabkan oleh hal-hal sebagai berikut :
Ø  Kekuatan hiwar ini terletak pada pengisyaratan, yaitu pengisyaratan agar tidak memihak kepada orang zalim; alasan orang zalim lemah.
Ø  Hiwar ini membawakan alasan yang kuat, yaitu alasan yang datang dari Nabi dan dari Tuhan; alasan itu mengalahkan alasan orang zalim.
Ø  Hiwar ini mengisahkan dialog secara berseling. Ini akan menajamkan persoalan yang didialogkan sehingga terjalin kisah panjang yang kuat alur ceritanya.
d.       Hiwar jadali
Hiwar jadali bertujuan untuk memantapkan hujjah (alasan). Hiwar jadali mempunyai implikasi pedagogis yang sama dengan hiwar sebelumnya,  yaitu :
Ø  Hiwar jadali mendidik orang menegakkan kebenaran dengan menggunakan hujjah yang kuat.
Ø  Hiwar jadali, dengan alasan yang kuat, mendidik orang menolak kebatilan karena pikiran itu rendah.
Ø  Hiwar jadali mendidik orang menggunakan pikiran yang sehat.
e.        Hiwar Nabawi
Hiwar Nabawi adalah hiwar yang digunakan oleh Nabi dalam mendidik sahabat-sahabatnya. Dia menghendaki agara sahabatnya mengajukan pertanyaaan.
Dari uraian itu kita mengetahui metode hiwar adalah metode pendidikan Islami, terutama efektif (teoritis) untuk menanamkan iman, yaitu pendidikan rasa (afektif).
2.      Metode kisah Qurani dan Nabawi
Dalam pendidikan Islam, terutama pendidikan agama Islam (sebagai suatu bidang studi), kisah sebagai metode pendidikan amat penting. Dikatakan amat penting, alasannya antara lain sebagai berikut :
a.       Kisah selalu memikat karena mengundang pembaca atau pendengar untuk mengikuti peristiwanya.merenungkan maknanya. Selanjutnya makna-makna itu akan menimbulkan kesan dalam hati atau pendengar tersebut.
b.      Kisah Qurani dan Nabawi dapat menyentuh hati manusia karena kisah itu menampilkan tokoh salam konteksnya yang menyeluruh. Karena tokoh cerita ditampilkan dalam konteks yang menyeluruh, pembaca atau pendengar dapat ikut menghayati atau merasakan isi kisah itu, seolah-olah ia sendiri yang menjadi tokohnya.
c.       Kisah Qur’ani mendidik perasaan keimanan dengan cara :
Ø  Membangkitkan berbagai perasaan seperti khauf, rida dan cinta
Ø  Mengarahkan seluruh perasaan sehingga bertumpuk pada suatu puncak, yaitu kesimpulan kisah
Ø  Melibatkan
 pembaca atau pendengar ke dalam kisah itu sehingga ia terlibat secara emosional.Tujuan kisah Qur’ani adalah :
a.       Mengungkapkan kemantapan wahyu atau risalah. Mewujudkan rasa mantap dalam menerima Qur’an dan keutusan rasulnya. Kisah-kisah itu menjadi buktikebenaran wahyu dan kebenaran Rasul SAW.
b.       Menjelaskan bahwa secara keseluruhan, al-din itu datangnya dari Allah.
c.        Menjelaskan bahwa Allah menolong atau mencintai Rasul-Nya;menjelaskan bahwa kaum mukmin adalah umat yang satu, dan Allah adalah Rabb mereka.
d.      Kisah-kisah ini bertujuan menguatkan keimanan kaum Muslimin, menghibur mereka dari kesedihan atas musibah yang menimpa.
e.       Mengingatkan bahwa musuh orang mukmin adalah setan, menunjukkan permusuhan abadi itu lewat kisah akan tampak lebih hidup dan jelas.
Ditinjau dari dampak pedagogis, kisah Nabawi tidak berbeda dari kisah Qur’ani. Akan tetapi, bila ditinjau secara mendalam, ternyata kisah Nabawi berisi rincian yang lebih khusus seperti menjelaskan pentingnya keikhlasan dalam beramal, mengajurkan bersedekah dan mensyukuri nikmat Allah.
3.      Metode amstal (perumpamaan) Qurani dan Nabawi
Kebaikan metode ini adalah :
a.       Mempermudah siswa memahami konsep yang abstrak;ini terjadi karena perumpamaan itu mengambil benda kongkret seperti kelemahan Tuhan orang kafir diumpakan dengan sarang laba-laba.
b.      Perumpamaan dapat merangsang kesan terhadap makna yang tersirat dalam perumpamaan tersebut. Contoh si pembuat perumpamaan menjewer telinga pembaca dengannya sehingga pengaruh jeweran itu meresap ke dalam kalbu.
c.       Perumpamaan harus logis, mudah dipahami.
d.      Amstal Qur’ani dan Nabawi memberikan motivasi kepada pendengarnya untuk berbuat amal baik dan menjauhi kejahatan.
4.      Metode keteladanan
Metode pendidikan Islam berpusat pada kateladanan. Yang memberikan teladan ituadalah guru, kepala sekolah, dan semua aparat sekolah. Dalam pendidikan masyarakat;teladan itu adalah para pemimpin masyarakat, para da’i. Teladan untuk guru-guru (dan lain-lain) ialah Rasulullah. Pendeladanan ada 2 macam yaitu :
a.       Keteladan yang tidak disengaja seperti keilmuan, kepemimpinan, sifat keikhlasan, dan lain-lain dan dilakukan secara tidak formal.
b.      Keteladan yang  disengaja seperti mengerjakan shalat yang benar dan dilakukan secar formal.
5.      Metode pembiasaan
Inti dari metode ini adalah pengulangan, maka metode pembiasaan berguna untuk menguatkan hafalan.
6.      Metode ibrah dan mau’izah
Ibrah dan Itibar ialah suatu kondisi psikis yang menyampaikan manusia kepada intisari sesuatu yang disaksikan, yang dahadapi, dengan menggunakan nalar, yang menyebabkan hati mengakuinya.  Adapun mau’izah  ialah nasihat dengan cara menyentuh kalbu.
7.        Metode targhib dan tarhib
Targhib ialah janji terhadap kesenangan, kenikmatan akhirat yang disertai bujukan. Tarhib adalah anacaman karena dosa yang dilakukan. Targhib bertujuan agar orang mematuhi aturan Allah. Tarhib demikian juga. Akan tetapi, tekanannya ialah targhib agar melakukan kebaikan, sedangkan tarhib agar menjauhi kejahatan. Metode ini didasarkan atas fitrah (sifat kejiwaan) manusia, yaitu sifat keinginan kepada kesenangan, keselamatn, dan tidak menginginkan kepedihan dan kesengsaraan.



REFERENSI

Tidak ada komentar:

Posting Komentar